MENJADI GURU ”IS THE BEST”

Oleh : Waliyadin Soleh, S.Pd.I.

(Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPI Mentari Indonesia)

Pendidikan adalah salah satu aset utama untuk memajukan suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan, suatu bangsa tidak akan bisa berkembang. Hal ini menyebabkan pendidikan selalu dijadikan bagian terpenting dalam usaha memajukan negara, pendidikan juga seringkali dijadikan sebagai suatu alat yang berfungsi sebagai tolak ukur keberhasilan suatu negara. Dalam dunia pendidikan pastinya tidak akan pernah lepas dari kurikulum, tujuan pembelajaran, konsep, dan kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar atau prestasi yang dimiliki siswa. Keberhasilan siswa mencapai prestasi yang baik dan efektif pada pelajaran-pelajaran merupakan salah satu parameter keberhasilan proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang dicapai siswa sudah mencapai standar kompetensi yang sudah ditetapkan, akan tetapi hal tersebut sangat sulit dilakukan. Hasil belajar merupakan hasil belajar dari individu berupa perubahan yang terdapat pada diri individu, yang dimanifestasikan ke dalam pola tingkah laku, perbuatan, dan pengetahuan serta dapat dilihat dari hasil belajar itu sendiri. Jauh dari itu keberhasilan belajar adalah ketika seorang pendidik mampu membentuk siswa menjadi seorang yang mempunyai karakter yang baik dan mampu membaca peluang di masanya.

Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terus–menerus dan tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

Salah satu unsur dalam pendidikan adalah guru dan siswa, jika keduanya tidak ada maka pendidikan tidak akan berjalan dengan sempurna. Guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing. Pendidik tidak sama dengan pengajar, karena mengajar adalah bagian dari tugas pendidik, seorang pengajar adalah hanya melakukan proses pemberian materi pelajaran atau istilah lain “transfer ilmu” kepada murid-muridnya, dan indikator keberhasilan pengajar adalah murid yang diajarkan memahami apa yang disampaikan. Tetapi pendidik adalah bukan saja mengajarkan materi yang diajarkan kepada murid, tetapi jauh dari itu seorang pendidik adalah orang yang mampu membentuk karakter murid menjadi sorang yang bernilai tinggi kemudian hari.

Guru merupakan salah satu profesi yang mulia, karena guru sebagai agen perubahan dan pembuka jalan terhadap para murid menuju cita-cita dan harapan semua, sesuai dengan filosofi salah satu penyelenggaran pendidikan di wilayah Bekasi, “berkhidmat untuk umat”, kalimat ini merupakan pemantik untuk seorang guru mendapatkan nilai yang mulia bukan saja dalam segi sosial (dunia) tetapi sampai hari berikutnya (akhirat) ketika didasari karena Allah SWT .

Sangat mengesankan dan patut dicontoh oleh para guru-guru di nusantara khususnya dan umumnya di dunia pendidikan baik yang formal maupun yang non formal apa yang ditulis oleh Imam Baihaqi dalam kitab Manaqib Imam Syafii, bagaimana cara Imam Syafii, sebagai guru mengajar salah satu muridnya yang sangat lamban dalam memahami pelajaran. Dia adalah Ar Rabi’ bin Sulaiman, murid paling slow learner. Berkali-kali diterangkan oleh sang guru Imam Syafii, tapi Robi’tak juga faham. Setelah menerangkan pelajaran, Imam Syafii bertanya, “Rabi’ Sudah faham paham belum ?”. “Belum paham”, jawab Rabi’.

Dengan kesabaranya, sang guru mengulang lagi pelajaranya, lalu ditanya kembali, ”sudah paham belum? Belum. Berulang diterangkan sampai 39x Rabi’ tak juga paham. Merasa mengecewakan gurunya dan juga malu, Rabi’ beringsut pelan-pelan keluar dari majelis ilmu. Selesai memberi pelajaran Imam Syafii mencari Robi’, melihat muridnya dia berkata, ”Robi’ kemarilah, datanglah ke rumah saya!”. Sebagai seorang guru, sang imam sangat memahami perasaan muridnya, maka beliau mengundangnya untuk belajar secara privat. Sang Imam mengajarkan Rabi’ secara privat, dan ditanya kembali, ”Sudah paham belum?”. Hasilnya? Rabi’ bin Sulaiman tidak juga paham. Apakah Imam Asy-Syafi’i berputus asa? Apakah Imam menghakimi Rabi’ bin Sulaiman sebagai murid bodoh? Sekali-kali tidak.

Beliau berkata, ”Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajarimu. Jika kau masih belum paham juga, maka berdoalah kepada Allah agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan ilmu. Allah-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan ini sesendok makanan, pastilah aku akan menyuapkannya kepadamu.”

Mengikuti nasihat gurunya, Rabi’ bin Sulaiman rajin sekali bermunajat berdoa kepada Allah dalam kekhusyukan. Ia juga membuktikan doa-doanya dengan kesungguhan dalam belajar. Keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan, inilah amalannya Rabi’ bin Sulaiman. Tahukah kita? Rabi’ bin Sulaiman kemudian berkembang menjadi salah satu ulama besar Madzhab Syafi’i dan termasuk perawi hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam periwayatannya. Sang slow learner bermetamorfosis menjadi seorang ulama besar. Inilah buah dari kesabaran Imam Asy-Syafi’i dalam mengajar dan mendidik.

Dari kisah di atas pertanyaan buat para guru?, sudah berapa persen kah kita mencontoh apa yang dilakukan oleh sang Imam Asya-fi’i? Apakah kita bersikap putus asa ketika mempunyai murid yang lambat dalam berfikir? Atau justru kita mengatakan terhadap murid kita bodoh? Dikarenakan nilai akademiknya yang didapat selalu rendah, atau bahkan kita mendeskriditkan siswa kita yang kita anggap bodoh dengan tidak melibatkan mereka di kegiatan-kegiatan sekolah? Jika kita mempunyai persepsi seperti itu semua, alangkah sudah jauhnya kita menghakimi murid kita seperti itu. Jawaban itu semua dikembalikan lagi kepada hati kita masing-masing, karena kita sebagai guru yang bisa menjawab pertanyaan itu semua.

Al-Ghazali memberikan tips-tips menjadi guru yang baik yang akan di idolakan oleh murid yaitu sebagai berikut :

1. Seorang guru harus benar-benar menguasai materi
2. Gunakan bahasa, metode, yang sederhana agar mudah di pahami peserta didik
3. Mampu menghidupkan suasana kelas
4. Serius tapi santai (sersan)
5. Satukan mereka dengan game di sela-sela waktu terakhir pembelajaran.

Penulis berharap semoga semua yang berprofesi sebagai seorang guru mampu memberikan kontribusinya kepada seluruh murid-murid yang ada di nusantara untuk menghantarkan anak-anak menggapai cita-citanya. Dan semoga guru-guru di nusantara akan memetik hasil yang hakiki di hari berikutnya.

Amiin…..